Tak Ada Perda, Desa Wisata di Temanggung Jalan Sendiri-sendiri
MAGELANGEKSPRES.COM,TEMANGGUNG - Desa wisata yang ada di wilayah Kabupaten Temanggung harus memberikan kontribusi untuk pendapatan asli daerah (PAD). Oleh karena itu pengelolaanya juga harus dilakukan secara profesional. Hal tersebut dinyatakan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Temanggung Eddy Cahyadi, kemarin (5/2). “Setidaknya harus mendongkrak PAD Temanggung, kedepan desa wisata harus lebih baik,” katanya. Dikatakan, untuk semakin meningkatkan desa wisata, pihaknya akan menerbitkan peraturan daerah (Perda) yang khusus mengatur desa wisata. Melalui aturan tersebut akan dibuat, ditentukan standar operasional prosedur (SOP) mengenai pengelolaan desa wisata. “Tahun 2020 ini sudah mulai menyusun draftPerda dan peraturan bupati (Perbup. Diharapkan tahun 2021 peraturan desa wisata sudah bisa diterapkan,” katanya. Selama ini belum ada aturan mengenai desa wisata, sehingga terkesan jalan sendiri-sendiri. Hal ini yang mendasari disusunnya Perda untuk Desa Wisata ala Temanggung. Selama ini desa-desa tersebut, lanjut Eddy, belum bisa secara jelas disebut desa wisata karena belum memenuhi SOP. Belum jelas pula tanah yang digunakan untuk pengembangan kawasan wisata itu milik siapa. Juga akan diatur lagi soal pembangunan infrastruktur seperti sarana transportasi dan keamanan untuk mendukung sektor wisata. “Kita koordinasikan dengan dinas terkait. Selama ini belum ada setoran ke PAD dari desa wisata ke PAD selain retribusi parkir. Ke depan akan kita atur itu,” terangnya. Baca Juga Mall 15 Lantai Segera Dibangun di Eks Gedung Magelang Teater Selama ini masyarakat secara swadaya membuat desa wisata. Banyak pula yang membuat desa wisata dengan dana desa. Ke depannya, akan ditetapkan aturan untuk membangun suatu kawasan wisata harus jelas. Aturan tersebut juga menyangkut aliran dana untuk desa wisata, sehingga ketika pemerintah menyalurkan dana pun akan jelas dan tepat sasaran. Selain itu, karena wilayah Temanggung banyak berbatasan dengan wilayah Perhutani, jangan sampai terjadi konflik tanah yang berkaitan dengan destinasi wisata tersebut. Lalu pemerintah dalam mengalokasikan anggaran tepat sasaran dan tidak menyalahi aturan karena itu tanah bukan milik Pemkab Temangggung, atau bukan milik desa. “Sejauh ini ada beberapa desa wisata yang sudah berkoordinasi dengan Dinparbud, ada yang memunculkan dirinya sendiri, setelah jadi baru laporan. Hal-hal seperti ini mudah-mudahan tidak terjadi lagi supaya grand desain itu bisa terpantau, bisa kita arahkan lewat bidang pariwisata,” kata Eddy. Pihak dinas, lanjut Eddy, juga akan memberikan asistensi, pembinaan, meningkatkan kapasitas para pengelola desa wisata. Hal itu supaya sinergitas antara masyarakat dan pemerintah berjalan. Nantinya, jika hendak mempromosikan wisata, semuanya siap. Jangan sampai pemerintah sudah bersiap promosi wisata, tapi ternyata masih ada masalah di desa. Selanjutnya Eddy mengungkapkan, tahun ini ada lima hingga enam desa wisata yang menejemen pengelolaannya akan ditata ulang. Antara lain Desa Wisata Posong di Kecamatan Kledung, Wisata Kembangarum di Kecamatan Bejen, Wisata Watu Layah di Kecamatan Kandangan, Pasar Papringan di Kecamatan Kedu, dan Situs Liyangan di Kecamatan Ngadirejo. “Akan kita perbaiki menejemennya dulu sesuai standar operasional, ada SOP, kita tidak tergesa-gesa. Selama ini kita belum punya standar desa wisata. Kami akan buat SOP untuk bisa menjadi desa wisata. orangnya kita berdayakan, kita tingkatkan kapasitasnya,”katanya.(set)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: